Minggu, 19 Mei 2013

[Fanfic] A Thousand Years "Bitter Sweet"



Author : Nindya Syefirra Utami (@nindyasfira)

Genre : Romance, Sad
Cast : 
Kim Yesung
Lee Yura, etc
Note : DO NOT COPY !!!! Ini sequel dari fanfic a thousand years :)
Official Website : http://nindyasyefirrautami.blogspot.com
-Happy Reading -






Sungai han, tempat pertama kali aku dan dia berjumpa. Setelah berpisah selama 4 tahun lamanya, kami pun dipertemukan di tempat ini. Tempat yang menurutku sangat amat nyaman dan indah, membuat suasana hatiku menjadi lebih tenang pada saat itu. Tetapi kali ini, masih di tempat yang sama, sedikitpun tak mampu mengubah suasana hatiku. Kepalaku serasa pening, tubuhku serasa bergetar hebat, wajahku pucat, dan kakiku tak bisa digerakan. Aku hanya bisa menatap pemandangan sungai han yang indah dengan tatapan kosong. Aku tidak sakit. Ini hanyalah efek setelah aku bertengkar hebat dengan suamiku. Sepertinya lebih baik aku mati dibandingkan harus bertengkar hebat dengan suamiku sendiri yang membuat hatiku tak menentu.

Aku menghela nafas berat. Ku lirik jamtangan ku, tepat pukul 11 malam. Berdiam diri di sungai han selama 6 jam tak membuat masalahku hilang dalam sekejap. Justru masalah itu semakin berkecamuk di dalam diriku. Apakah ia sedang memikirkan masalah itu ? Apakah ia khawatir dengan keadaanku sekarang ? Jujur, tak ada sedikit pun niatku untuk kembali ke rumah, karena itu hanya akan membuat hatiku semakin sakit.

-Flashback-

“Yesung, oppa” gumamku sembari duduk di sofa, menonton tayangan televisi bersamanya.

“Wae?” tanyanya singkat tanpa menolehkan pandangannya dari televisi, apakah siaran televisi itu begitu menarik banginya dibandingkanku ? molla.

“Anniya” jawabku, aku langsung menyandarkan kepalaku di pundaknya, sangat amat nyaman.

“Kau sudah meminum vitamin mu ?” tanyanya.

“Ne, tadi setelah aku selesai mandi sore” jawabku.

“Yura-ah” ucapnya menggantung.

“hmm?” aku menolehkan wajahku hingga pandangan kami bertemu, damn! Dia sangat amat tampan.

“Maukah kau melakukan sesuatu untukku?” ia menggenggam pergelangan tanganku, hangat, sangat hangat. Inilah salah satu hal yang paling aku suka, saat ia menggenggam pergelangan tanganku.

“Apakah itu?” ucapku penuh selidik.

“Maukah kau ..... meninggalkan pekerjaanmu?” ucapnya dengan nada datar.

Emosiku mulai naik mencapai ubun-ubunku. Ingin sekali aku membentak lelaki yang ada dihadapanku ini. Dengan mudanya, ia mengatakan hal itu. Kau jahat Kim Yesung !

“Mwo ? Andwae ! Tak akan pernah !” bentak ku dengan penuh emosi.

“Aku mohon dengan sangat. Apakah kau tak ingat jika kau kini tengah mengandung anak kita? Pikirkan kondisi janinmu !” Yesung tak kalah membentakku.

“Aku selalu menjaga janinku, setiap hari aku selalu mengonsumsi vitamin bahkan susu ibu hamil yang sama sekali tak ku suka. Kau juga mungkin mengetahuinya, jika aku tak suka dengan hal yang berbau susu, melihatnya saja aku hampir muntah” ucapku penuh emosi.

“Apa kau tak bisa mendengar nasihat dari suamimu ini hah ? Aku melakukan hal ini demi kebaikanmu Yura-ah !” geram Yesung, ku rasa ia tak mampu menahan emosinya sekarang.

“Untuk kebaikanku hah ? Dimana kebaikanmu Tuan Kim ? Seharusnya kau selalu mendukung dengan apa yang aku lakukan. Kau tahu, menjadi dokter forensik merupakan cita-citaku Tuan Kim. Bukankah dahulu kau tak mempermasalahkannya Tuan Kim ? Mengapa saat ini kau baru mengungkit hal ini? Bahkan saat aku masih berstatus sebagai istri dari Lee Dong...”

“CUKUP !!” bentak Yesung, ia langsung berdiri menghadapku yang masih terduduk di sofa. Jujur, baru kali ini ia membentakku, tubuhku bergetar hebat saat ia membentakku. Aku ingin menangis saat ini juga.

“Wae ? Kau tak suka ? Cih, payah!” gumamku dengan nada meremehkan.

“Apakah penghasilanku tak cukup untuk membiayaimu Lee Yura ? Kurasa untuk membiayai seluruh warga Korea penghasilanku masih tersisa banyak, apakah kau masih akan tetap bekerja hah ?!”

“Aku tak menuntut penghasilan yang besar, aku hanya memintamu untuk selalu mendukungku dengan apa yang aku lakukan Tuan Kim Yesung !” aku mambentaknya, lalu berdiri menghadapnya.

“Jadi, mana prioritasmu Lee Yura ? Aku atau pekerjaanmu itu?!” Yesung membentakku lagi, kurasa pertahananku hampir hancur. Air mata ini tak mampu aku bendung lagi, aku ingin segera berlari dari tempat ini, menangis di suatu tempat yang sangat sepi.

“Tentu dirimu, aku selalu mengurusi pekerjaan rumah tangga dengan baik. Selama aku bekerja menjadi dokter, apakah kau pernah melihat rumah kita berantakan ? Kurasa tidak Tuan Kim ! Aku cukup profesional dalam bekerja, tugas dan kewajiban melayani dan mendampingimu merupakan prioritas bagiku. Lalu, apakah aku prioritasmu Tuan Kim Yesung ?” gumamku dengan nada dingin dan menusuk.
Jlebb, dia diam seribu bahasa. Kurasa deru nafasnya semakin kencang. Gugup, mungkin.

“Sudah kutebak, jika aku bukan prioritasmu” gumamku dengan sedikit menekankan pada kata ‘bukan’.

“Nona Shin JeYoung, pengusaha muda yang merupakan direktur utama Shin Corp. Juga merupakan partnermu dalam berbisnis. Apakah hubungan kalian bisa dikatakan dengan sebutan ‘rekan bisnis’ atau.... lebih?” gumamku yang mampu membuat seseorang Kim Yesung diam.

“Seseorang pengusaha muda, cantik, dan diusia mudanya ini ia bisa memiliki segalanya. Waw, daebak ! Atau mungkin ia juga bisa memiliki suamiku ? Omo ! Eottokhae ? Wanita itu sungguh sempurna” ucapku dengan nada sinis dan diakhiri dengan tawa garingku.

“Cukup Lee Yura ! Aku dan dia tak ada hubungan sama sekali !” ucap Yesung tegas.

“Apakah aku bisa mempercayainya ? Ku rasa lebih baik aku berpikir, apakah hubungan kita akan berlanjut, atau berakhir dengan tragis ?” ucapku sambil berlalu dari hadapannya. Ku rasakan genggaman hangat, memegang pergelangan tangan kananku.

“Tunggu” ucap Yesung singkat.

“Jangan egois, Kim Yesung !” aku membanting lengannya yang sedang menggenggam pergelangan tanganku, lalu berlari keluar apartement.

BRAKK, aku langsung membanting pintu apartemen.

-Flashback End-

Butiran air mata keluar dari pelupuk mataku untuk kesekian puluh kalinya. Mengingatnya membuat hatiku sakit, sangat amat sakit. Aku hanya ingin ia mengerti kondisiku, apakah hal ini begitu berat baginya ? Ini bukan lah hal kecil, ini adalah hal yang amat sangat besar. Ia membantuku menaiki jurang yang sangat dalam, lalu ia menghempaskanku ke jurang yang berbeda tetapi lebih dalam dari jurang pertama.
 ‘Aegi-ya, bantu eomma menghadapi appamu, ne!” ucapku sambil mengelus perutku yang mulai membesar.


--00--


Cklek, aku membuka pintu aprtemen dengan sangat amat pelan sehingga tak menimbulkan suara nyaring yang kemungkinan akan membangunkan Yesung dari tidurnya, jika memang ia ada di rumah. Trak, lampu tiba-tiba menyala dan seseorang menghampiriku.

“Dari mana saja dirimu ? Jam berapa sekarang ?” ucapnya dingin.

“Apakah jika aku mengatakannya akan berpengaruh terhadapmu Yesung-ssi ? Kurasa tidak” aku pun berlalu dari hadapannya.

“Yak ! Lee Yura ! Kau anggap apa suamimu saat ini, hah?” ucanya dengan menaikan sedikit volume suaranya. Langkahku terhenti, jujur saat ini aku sangat amat butuh tempat untuk melampiaskan, ah! Kim Taeyeon.

“Sudahlah, kurasa aku, kamu membutuhkan waktu untuk berintropeksi diri” aku langsung menuju kamarku, memasukan  seluruh pakaianku ke dalam koper.

“Lee Yura ! Apakah kau gila, hah ?” ucapnya sambil berdiri dihadapan pintu kamar kami.

“Apa pedulimu, hah ?” au sedikit berteriak keras sambil terus memasukan pakaianku ke dalam koper.

“Aku suamimu ! Hargailah sedikit !” ia membentakku, kurasa jantungku sekarang memompa 10 kali lebih cepat tubuhku begetar tak kalah hebat dengan debaran jantungku.

“Apakah kau menghargai pekerjaanku, hah ? Kurasa tidak !” sejenak aku memberhentikan aktivitasku.

“Sudahlah, aku pergi Kim yesung !” bentakku sambil berjan ke luar apartemen.

“Yak !” ia berteriak keras, lalu berlari menyusulku. Ia langsung menarikku dan menggendongku ala bridal style da langsung menghempaskanku kedalam ranjang.

“Ku rasa, kau harus sedikit menghormatiku, nona Lee” ucapnya dingin.

“Tidur dan jangan ungkit masalah ini !” bentaknya sembari tidur membelakangiku. Tubuhku bergetar hebat, aku langsung membalikan tubuhku membelakanginya. Tes, air mata keluar dari sudut mataku.


Yesung POV

Ia membalikan tubuhnya membelakangiku. Kurasa ia benar-benar marah. Mengapa ia begitu marah? Apakah aku salah ? Kurasa tidak. Aku menyuruhnya demi kebakannya dan juga untuk kebaikan janin di dalamnya. Aku tak ingin ia kelelahan, karena itu dapat membahayakan janin yang ada di dalamnya.

Ku dengar isakan yang mungkin keluar dari bibirnya yang bergetar hebat. Jleb, bagaikan ditusuk beribu-ribu panah, hatiku serasa hancur ketika mendengarnya menangis. Terlebih, ia mengis karena diriku. Kau bodoh Jongwoon ! Tak seharusya kau membentak istrimu sendiri. Aku terdiam, ingin sekali aku memeluknya, 
menenagkan hatinya. Tetapi, aku tak bisa, terlalu sulit bagiku.

Kulirik jam kecil yang ada di samping kasurku. Pukul 02.00 pagi. Kurasa, malam ini aku tak dapat tidur dengan tenang. Mengapa ? Karena banyaknya masalah yang menimpaku. Aku terbangun dari tidurku, berdiri di samping ranjangnya. Kulihat bekas air mata yang masih terlihat jelas di pipinya yang membuatku merasakan sakit yan amat terdalam. Ku kecup dahinya tanda permohonan maafku.


--00--


 Yura POV

Sudah seminggu berlalu, semenjak kejadian yang membuatku semakin tertekan. Sikapnya berubah menjadi dingin, sangat amat dingin. Ia selalu pulang larut malam, seakan-akan ia lebih baik di luar rumah dibandingkan berdiam di rumah bersamaku. Dan semenjak seminggu ini surat pengunduran diriku masih belum di tanda tangan oleh pihak rumah sakit.

Kring, bel apartemen membuyarkan lamunanku. Aku segera membuka pintu aprtemenku. Ku lihat seseorang mengantarkan surat. Apakah itu surat pengunduran diriku ? Ku harap itu. Dengan perasaan berbunga-bunga, aku langsung membuka surat tersebut. Ternyata benar, surat tersebut telah ditanda-tangani. Entah apa yang aku rasakan, perasaan bahagia bercampur sedih. Namun tak apa, ini demi kebaikan keluargaku.

Kring, suara bel berbunyi kembali. Aku sedikit mendengus kesal ketika mendengarnya. Dengan terpaksa, aku melangkahkan kedua kaki ku untuk membuka lagi pintu aprtemen.

“Tak ada siapa-siapa” gumamku.

Tanpa sengaja aku menginjak sesuatu. Koran ? hmmm, aku pun segera memungutnya dan kembali masuk ke dalam apatremen. Aku mendudukkan tubuhku di sofa untuk membaca kilasan berita hari ini. Ku buka dan kubaca setiap lembar koran tersebut, hingga pergerakan tanganku terhenti pada lembar ke 3. Kubaca,  kubaca, dan kubaca lagi. Aku tak percaya hal ini terjadi. Ingin sekali aku berteriak keras, memeluk seseorang untuk melampiaskan rasa kebahagiaanku.

Ini demi kebaikan semua. Aku tak mau terjadi kesalah pahaman terutama dengan pihak lain. Putusnya hubungan kerja kami bukan karena aku berpisah dengan Shin JeYoung. Kami tak memiliki hubungan apapun, hanya hubungan kerja semata. Aku mohon, jangan perpanjang masalah ini lagi, terima kasih. 27/04/13. Komentar Yesung dalam kolom ‘KIM COOPERATION MEMUTUSKAN HUBUNGAN 
 KERJA DENGAN SHIN COOPERATION’.


--00--


“Annyeong” ucapku sembari memasuki ruangan direktur tempat melamar kerja.

“Masuklah” ucap seseorang yang sedang terduduk membelakangiku.

“Ne” aku pun segera duduk di kursi yang telah disediakan.

“Ada keperluan apa ?” ucapnya dengan nada dingin. Aneh, apakah ia memiliki kepribadian ganda ? Sifatnya sungguh berbeda. Atau mungkin karena masalah ini, menyebabkan ia bersikap dingin? Mollayo.

“Bukankah di perusahaan ini sedang memerlukan karyawan ? Jadi aku ingin melamar pekerjaan” ucapku gugup, sungguh sangat gugup. Bahkan untuk mengeluarkan sepatah kata pun aku sangat amat gugup. Mengapa kau seperti ini di depan suamimu ?

“Baik, perkenalkan dirimu !” ucapnya dingin.

“Oh, ne. Lee Yura im....” belum sempat aku mengucapkan namaku ia langsung membalikan kursinya.

“Yura ?” potongnya sembari membelakan kedua mata sipitnya.

“Ne” jujur, aku tak kuat menahan tawaku. Ingin sekali aku tertawa saat ini. Aku pun hanya bisa tersenyum.

“Untuk apa kau ke sini ?” ia berjalan ke arahku.

“Melamar pekerjaan, Kim Sajangnim” ucapku teruntunduk.

“Bukankah kau bekerja sebagai dokter forensik di Seoul International Hospital, hmm?” ia pun mendudukan dirinya di sebuah kursi kosong yang ada sampingku, lalu membalikan kursi yang sedang aku duduki agar aku bisa langsung bertatapan dengannya.

“Anni, surat pengunduran diriku sudah cair. Dan tadi pagi aku telah membereskan ruanganku. Jadi, apakah aku bisa diterima di perusahaan ini, Kim Sajangnim ?” ucapku sambil menyerahkan sebuah map. Ia pun langsung membuka map tersebut, membacanya dengan teliti.

“Baik” ia pun menutup map tersebut lalu menghela nafas.

“Lebih baik kau bekerja di perusahaan lain nona Lee, kurasa dengan redikat cumlaude-mu itu kau mungkin bisa diterima di perusahaan lain di Korea ini” ucapnya.

“Tapi, bukan kah kau sedang membuthkan karyawan ? Apakah kau pikir, seorang karyawan dengan predikat cum laude sangat kurang memusakan hasil pekerjaanya ? Kurasa tidak, ia akan semakin memajukan perusahaan tempatnya bekerja”

“Tapi ku rasa, kau tak pantas menduduki pekerjaan tersebut nona Lee” ia menyeringai, mengeluarkan smirk yang ku tahu itu adalah seringaian untuk mentupi ‘keinginannya’.

“Oh, baiklah. Terima kasih atas saranmu Kim Sajangnim. Aku permsi, annyeong” rasa kesal menghantui pikiranku. Jujur, di sini aku lah yang menjadi korban. Apakah aku selalu salah di matanya ? Menjadi dokter ? Salah. Melamar di perusahaannya ? Salah. Apakah aku harus berdiam di rumah, menunggunya pulang ke rumah ? Itu bisa membuatku gila. Tanpa pikr panjang aku langsung beranjak dari tempat dudukku.

“Tapi....” ucapnya menggantung dan langkahku pun terhenti.

“Aku akan memberikan perkerjaan kepadamu secara cuma-cuma” gumamnya singkat.
Aku senang, sangat amat senang. Akhirnya, aku pun bisa bekerja. Namun segera ku singkirkan rasa senangku, menampilkan ekspresi datarku yang sengaja ku buat.

“Kau yakin ?”

“Ne, untuk apa aku berbohong” ucapnya dengan lagak sok, boss.

“Tapi, ada satu syarat” ucapnya masih dengan seringaian.

“Apa?” balasku dengan tatapan tajam.

“Ehm” ia berjalan menedekatiku.

“Cukup mudah, kau hanya memberikan jatahku yang tertunda selama dua bulan lalu”
 Aku dibuat bingung dengan pernyataannya. Sejenak aku berpikir, dua blan lalu aku berjanji apa ? Aku tak penah berjanji apapun dengannya. Aku terus memutar otakku, berharap menemukan jawabannya. Dan...

“Mwo ? Kau gila, Kim Sajangnim !” rutukku, ia berjalan mendekatiku, otomatis aku langsung berjalan mudur sampai punggungku merasakan dinginnya dinding ruang kerjanya.

“Saat ini juga !” ucapnya tegas.

“Andwae” teriakku.

“Baiklah jika itu yang kau mau, kau bisa memberikanku kisseu, lalu ku angkat kau menjadi sekretarisku.

“Hanya itu saja, ok !”

“Ne, aku janji”

Cup, aku mengecup bibirnya perlahan. Aku menumpukan tangan kiriku pada tengkuk Yesung. Memperdalam ciuman kami. Kami saling melumat bibir masing-masing merasakan kelembtan yang kami salurkan. Tanpa sadar aku telah menggulungkan kedua tanganku tepat di leher Yesung. Aigoo, apa yang aku lakukan saat ini ? Mengapa aku menjadi mengikuti permainan ini ?

“Kau mau lebih nona Lee ?” ia langsung mengeluarkan smirknya, otomatis aku lengsung bergidik ngeri melihat tatapannya.

“Tak ada penolakan, yeobo” ia langsung melahap bibirku, aku pun sama ikut terlena dalam permainannya. Tanpa sadar, tangannya sudah berada tepat di leherku untuk membukan kancing kemejaku. Ah, sepertinya hari ini akan menjad hari yang panjang bagiku juga baginya. Kim Sajangnim, saranghae yeongwonhi.


-Fin-

Note : Ditunggu commentnya :)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar