Author : Nindya Syefirra Utami (@nindyasfira)
Genre : Romance, Sad
Cast :
Kim Yesung
Lee Yura, etc
Note : DO NOT COPY !!!! Ini sequel dari fanfic a thousand years :)
Official Website : http://nindyasyefirrautami.blogspot.com
-Happy Reading -
Sungai han, tempat pertama kali aku dan dia berjumpa.
Setelah berpisah selama 4 tahun lamanya, kami pun dipertemukan di tempat ini.
Tempat yang menurutku sangat amat nyaman dan indah, membuat suasana hatiku
menjadi lebih tenang pada saat itu. Tetapi kali ini, masih di tempat yang sama,
sedikitpun tak mampu mengubah suasana hatiku. Kepalaku serasa pening, tubuhku
serasa bergetar hebat, wajahku pucat, dan kakiku tak bisa digerakan. Aku hanya
bisa menatap pemandangan sungai han yang indah dengan tatapan kosong. Aku tidak
sakit. Ini hanyalah efek setelah aku bertengkar hebat dengan suamiku.
Sepertinya lebih baik aku mati dibandingkan harus bertengkar hebat dengan
suamiku sendiri yang membuat hatiku tak menentu.
Aku menghela nafas berat. Ku lirik jamtangan ku, tepat pukul
11 malam. Berdiam diri di sungai han selama 6 jam tak membuat masalahku hilang
dalam sekejap. Justru masalah itu semakin berkecamuk di dalam diriku. Apakah ia
sedang memikirkan masalah itu ? Apakah ia khawatir dengan keadaanku sekarang ?
Jujur, tak ada sedikit pun niatku untuk kembali ke rumah, karena itu hanya akan
membuat hatiku semakin sakit.
-Flashback-
“Yesung, oppa” gumamku sembari duduk di sofa, menonton
tayangan televisi bersamanya.
“Wae?” tanyanya singkat tanpa menolehkan pandangannya dari
televisi, apakah siaran televisi itu begitu menarik banginya dibandingkanku ?
molla.
“Anniya” jawabku, aku langsung menyandarkan kepalaku di
pundaknya, sangat amat nyaman.
“Kau sudah meminum vitamin mu ?” tanyanya.
“Ne, tadi setelah aku selesai mandi sore” jawabku.
“Yura-ah” ucapnya menggantung.
“hmm?” aku menolehkan wajahku hingga pandangan kami bertemu,
damn! Dia sangat amat tampan.
“Maukah kau melakukan sesuatu untukku?” ia menggenggam
pergelangan tanganku, hangat, sangat hangat. Inilah salah satu hal yang paling
aku suka, saat ia menggenggam pergelangan tanganku.
“Apakah itu?” ucapku penuh selidik.
“Maukah kau ..... meninggalkan pekerjaanmu?” ucapnya dengan
nada datar.
Emosiku mulai naik mencapai ubun-ubunku. Ingin sekali aku
membentak lelaki yang ada dihadapanku ini. Dengan mudanya, ia mengatakan hal
itu. Kau jahat Kim Yesung !
“Mwo ? Andwae ! Tak akan pernah !” bentak ku dengan penuh
emosi.
“Aku mohon dengan sangat. Apakah kau tak ingat jika kau kini
tengah mengandung anak kita? Pikirkan kondisi janinmu !” Yesung tak kalah
membentakku.
“Aku selalu menjaga janinku, setiap hari aku selalu
mengonsumsi vitamin bahkan susu ibu hamil yang sama sekali tak ku suka. Kau
juga mungkin mengetahuinya, jika aku tak suka dengan hal yang berbau susu,
melihatnya saja aku hampir muntah” ucapku penuh emosi.
“Apa kau tak bisa mendengar nasihat dari suamimu ini hah ? Aku
melakukan hal ini demi kebaikanmu Yura-ah !” geram Yesung, ku rasa ia tak mampu
menahan emosinya sekarang.
“Untuk kebaikanku hah ? Dimana kebaikanmu Tuan Kim ?
Seharusnya kau selalu mendukung dengan apa yang aku lakukan. Kau tahu, menjadi
dokter forensik merupakan cita-citaku Tuan Kim. Bukankah dahulu kau tak
mempermasalahkannya Tuan Kim ? Mengapa saat ini kau baru mengungkit hal ini?
Bahkan saat aku masih berstatus sebagai istri dari Lee Dong...”
“CUKUP !!” bentak Yesung, ia langsung berdiri menghadapku
yang masih terduduk di sofa. Jujur, baru kali ini ia membentakku, tubuhku
bergetar hebat saat ia membentakku. Aku ingin menangis saat ini juga.
“Wae ? Kau tak suka ? Cih, payah!” gumamku dengan nada
meremehkan.
“Apakah penghasilanku tak cukup untuk membiayaimu Lee Yura ?
Kurasa untuk membiayai seluruh warga Korea penghasilanku masih tersisa banyak,
apakah kau masih akan tetap bekerja hah ?!”
“Aku tak menuntut penghasilan yang besar, aku hanya
memintamu untuk selalu mendukungku dengan apa yang aku lakukan Tuan Kim Yesung
!” aku mambentaknya, lalu berdiri menghadapnya.
“Jadi, mana prioritasmu Lee Yura ? Aku atau pekerjaanmu
itu?!” Yesung membentakku lagi, kurasa pertahananku hampir hancur. Air mata ini
tak mampu aku bendung lagi, aku ingin segera berlari dari tempat ini, menangis
di suatu tempat yang sangat sepi.
“Tentu dirimu, aku selalu mengurusi pekerjaan rumah tangga
dengan baik. Selama aku bekerja menjadi dokter, apakah kau pernah melihat rumah
kita berantakan ? Kurasa tidak Tuan Kim ! Aku cukup profesional dalam bekerja,
tugas dan kewajiban melayani dan mendampingimu merupakan prioritas bagiku.
Lalu, apakah aku prioritasmu Tuan Kim Yesung ?” gumamku dengan nada dingin dan
menusuk.
Jlebb, dia diam seribu bahasa. Kurasa deru nafasnya semakin
kencang. Gugup, mungkin.
“Sudah kutebak, jika aku bukan prioritasmu” gumamku dengan
sedikit menekankan pada kata ‘bukan’.
“Nona Shin JeYoung, pengusaha muda yang merupakan direktur
utama Shin Corp. Juga merupakan partnermu dalam berbisnis. Apakah hubungan
kalian bisa dikatakan dengan sebutan ‘rekan bisnis’ atau.... lebih?” gumamku
yang mampu membuat seseorang Kim Yesung diam.
“Seseorang pengusaha muda, cantik, dan diusia mudanya ini ia
bisa memiliki segalanya. Waw, daebak ! Atau mungkin ia juga bisa memiliki
suamiku ? Omo ! Eottokhae ? Wanita itu sungguh sempurna” ucapku dengan nada
sinis dan diakhiri dengan tawa garingku.
“Cukup Lee Yura ! Aku dan dia tak ada hubungan sama sekali
!” ucap Yesung tegas.
“Apakah aku bisa mempercayainya ? Ku rasa lebih baik aku
berpikir, apakah hubungan kita akan berlanjut, atau berakhir dengan tragis ?”
ucapku sambil berlalu dari hadapannya. Ku rasakan genggaman hangat, memegang
pergelangan tangan kananku.
“Tunggu” ucap Yesung singkat.
“Jangan egois, Kim Yesung !” aku membanting lengannya yang
sedang menggenggam pergelangan tanganku, lalu berlari keluar apartement.
BRAKK, aku langsung membanting pintu apartemen.
-Flashback End-
Butiran air mata keluar dari pelupuk mataku untuk kesekian
puluh kalinya. Mengingatnya membuat hatiku sakit, sangat amat sakit. Aku hanya
ingin ia mengerti kondisiku, apakah hal ini begitu berat baginya ? Ini bukan
lah hal kecil, ini adalah hal yang amat sangat besar. Ia membantuku menaiki
jurang yang sangat dalam, lalu ia menghempaskanku ke jurang yang berbeda tetapi
lebih dalam dari jurang pertama.
‘Aegi-ya, bantu eomma menghadapi appamu, ne!” ucapku sambil
mengelus perutku yang mulai membesar.
--00--
Cklek, aku membuka pintu aprtemen dengan sangat amat pelan
sehingga tak menimbulkan suara nyaring yang kemungkinan akan membangunkan
Yesung dari tidurnya, jika memang ia ada di rumah. Trak, lampu tiba-tiba
menyala dan seseorang menghampiriku.
“Dari mana saja dirimu ? Jam berapa sekarang ?” ucapnya
dingin.
“Apakah jika aku mengatakannya akan berpengaruh terhadapmu
Yesung-ssi ? Kurasa tidak” aku pun berlalu dari hadapannya.
“Yak ! Lee Yura ! Kau anggap apa suamimu saat ini, hah?”
ucanya dengan menaikan sedikit volume suaranya. Langkahku terhenti, jujur saat ini aku sangat amat butuh
tempat untuk melampiaskan, ah! Kim Taeyeon.
“Sudahlah, kurasa aku, kamu membutuhkan waktu untuk
berintropeksi diri” aku langsung menuju kamarku, memasukan seluruh pakaianku ke dalam koper.
“Lee Yura ! Apakah kau gila, hah ?” ucapnya sambil berdiri
dihadapan pintu kamar kami.
“Apa pedulimu, hah ?” au sedikit berteriak keras sambil
terus memasukan pakaianku ke dalam koper.
“Aku suamimu ! Hargailah sedikit !” ia membentakku, kurasa
jantungku sekarang memompa 10 kali lebih cepat tubuhku begetar tak kalah hebat
dengan debaran jantungku.
“Apakah kau menghargai pekerjaanku, hah ? Kurasa tidak !”
sejenak aku memberhentikan aktivitasku.
“Sudahlah, aku pergi Kim yesung !” bentakku sambil berjan ke
luar apartemen.
“Yak !” ia berteriak keras, lalu berlari menyusulku. Ia
langsung menarikku dan menggendongku ala bridal style da langsung
menghempaskanku kedalam ranjang.
“Ku rasa, kau harus sedikit menghormatiku, nona Lee” ucapnya
dingin.
“Tidur dan jangan ungkit masalah ini !” bentaknya sembari
tidur membelakangiku. Tubuhku bergetar hebat, aku langsung membalikan tubuhku
membelakanginya. Tes, air mata keluar dari sudut mataku.
Yesung POV
Ia membalikan
tubuhnya membelakangiku. Kurasa ia benar-benar marah. Mengapa ia begitu marah?
Apakah aku salah ? Kurasa tidak. Aku menyuruhnya demi kebakannya dan juga untuk
kebaikan janin di dalamnya. Aku tak ingin ia kelelahan, karena itu dapat
membahayakan janin yang ada di dalamnya.
Ku dengar isakan yang mungkin keluar dari bibirnya yang
bergetar hebat. Jleb, bagaikan ditusuk beribu-ribu panah, hatiku serasa hancur
ketika mendengarnya menangis. Terlebih, ia mengis karena diriku. Kau bodoh
Jongwoon ! Tak seharusya kau membentak istrimu sendiri. Aku terdiam, ingin
sekali aku memeluknya,
menenagkan hatinya. Tetapi, aku tak bisa, terlalu sulit
bagiku.
Kulirik jam kecil yang ada di samping kasurku. Pukul 02.00
pagi. Kurasa, malam ini aku tak dapat tidur dengan tenang. Mengapa ? Karena
banyaknya masalah yang menimpaku. Aku terbangun dari tidurku, berdiri di
samping ranjangnya. Kulihat bekas air mata yang masih terlihat jelas di pipinya
yang membuatku merasakan sakit yan amat terdalam. Ku kecup dahinya tanda
permohonan maafku.
--00--
Yura POV
Sudah seminggu berlalu, semenjak kejadian yang membuatku
semakin tertekan. Sikapnya berubah menjadi dingin, sangat amat dingin. Ia
selalu pulang larut malam, seakan-akan ia lebih baik di luar rumah dibandingkan
berdiam di rumah bersamaku. Dan semenjak seminggu ini surat pengunduran diriku
masih belum di tanda tangan oleh pihak rumah sakit.
Kring, bel apartemen membuyarkan lamunanku. Aku segera
membuka pintu aprtemenku. Ku lihat seseorang mengantarkan surat. Apakah itu
surat pengunduran diriku ? Ku harap itu. Dengan perasaan berbunga-bunga, aku
langsung membuka surat tersebut. Ternyata benar, surat tersebut telah
ditanda-tangani. Entah apa yang aku rasakan, perasaan bahagia bercampur sedih.
Namun tak apa, ini demi kebaikan keluargaku.
Kring, suara bel berbunyi kembali. Aku sedikit mendengus
kesal ketika mendengarnya. Dengan terpaksa, aku melangkahkan kedua kaki ku
untuk membuka lagi pintu aprtemen.
“Tak ada siapa-siapa” gumamku.
Tanpa sengaja aku menginjak sesuatu. Koran ? hmmm, aku pun
segera memungutnya dan kembali masuk ke dalam apatremen. Aku mendudukkan
tubuhku di sofa untuk membaca kilasan berita hari ini. Ku buka dan kubaca
setiap lembar koran tersebut, hingga pergerakan tanganku terhenti pada lembar
ke 3. Kubaca, kubaca, dan kubaca lagi.
Aku tak percaya hal ini terjadi. Ingin sekali aku berteriak keras, memeluk
seseorang untuk melampiaskan rasa kebahagiaanku.
Ini demi kebaikan semua. Aku tak mau terjadi kesalah pahaman
terutama dengan pihak lain. Putusnya hubungan kerja kami bukan karena aku
berpisah dengan Shin JeYoung. Kami tak memiliki hubungan apapun, hanya hubungan
kerja semata. Aku mohon, jangan perpanjang masalah ini lagi, terima kasih.
27/04/13. Komentar Yesung dalam kolom ‘KIM COOPERATION MEMUTUSKAN HUBUNGAN
KERJA DENGAN SHIN COOPERATION’.
--00--
“Annyeong” ucapku sembari memasuki ruangan direktur tempat
melamar kerja.
“Masuklah” ucap seseorang yang sedang terduduk
membelakangiku.
“Ne” aku pun segera duduk di kursi yang telah disediakan.
“Ada keperluan apa ?” ucapnya dengan nada dingin. Aneh,
apakah ia memiliki kepribadian ganda ? Sifatnya sungguh berbeda. Atau mungkin
karena masalah ini, menyebabkan ia bersikap dingin? Mollayo.
“Bukankah di perusahaan ini sedang memerlukan karyawan ?
Jadi aku ingin melamar pekerjaan” ucapku gugup, sungguh sangat gugup. Bahkan
untuk mengeluarkan sepatah kata pun aku sangat amat gugup. Mengapa kau seperti
ini di depan suamimu ?
“Baik, perkenalkan dirimu !” ucapnya dingin.
“Oh, ne. Lee Yura im....” belum sempat aku mengucapkan
namaku ia langsung membalikan kursinya.
“Yura ?” potongnya sembari membelakan kedua mata sipitnya.
“Ne” jujur, aku tak kuat menahan tawaku. Ingin sekali aku
tertawa saat ini. Aku pun hanya bisa tersenyum.
“Untuk apa kau ke sini ?” ia berjalan ke arahku.
“Melamar pekerjaan, Kim Sajangnim” ucapku teruntunduk.
“Bukankah kau bekerja sebagai dokter forensik di Seoul
International Hospital, hmm?” ia pun mendudukan dirinya di sebuah kursi kosong
yang ada sampingku, lalu membalikan kursi yang sedang aku duduki agar aku bisa
langsung bertatapan dengannya.
“Anni, surat pengunduran diriku sudah cair. Dan tadi pagi
aku telah membereskan ruanganku. Jadi, apakah aku bisa diterima di perusahaan
ini, Kim Sajangnim ?” ucapku sambil menyerahkan sebuah map. Ia pun langsung
membuka map tersebut, membacanya dengan teliti.
“Baik” ia pun menutup map tersebut lalu menghela nafas.
“Lebih baik kau bekerja di perusahaan lain nona Lee, kurasa
dengan redikat cumlaude-mu itu kau mungkin bisa diterima di perusahaan lain di
Korea ini” ucapnya.
“Tapi, bukan kah kau sedang membuthkan karyawan ? Apakah kau
pikir, seorang karyawan dengan predikat cum laude sangat kurang memusakan hasil
pekerjaanya ? Kurasa tidak, ia akan semakin memajukan perusahaan tempatnya
bekerja”
“Tapi ku rasa, kau tak pantas menduduki pekerjaan tersebut
nona Lee” ia menyeringai, mengeluarkan smirk yang ku tahu itu adalah seringaian
untuk mentupi ‘keinginannya’.
“Oh, baiklah. Terima kasih atas saranmu Kim Sajangnim. Aku
permsi, annyeong” rasa kesal menghantui pikiranku. Jujur, di sini aku lah yang
menjadi korban. Apakah aku selalu salah di matanya ? Menjadi dokter ? Salah.
Melamar di perusahaannya ? Salah. Apakah aku harus berdiam di rumah,
menunggunya pulang ke rumah ? Itu bisa membuatku gila. Tanpa pikr panjang aku
langsung beranjak dari tempat dudukku.
“Tapi....” ucapnya menggantung dan langkahku pun terhenti.
“Aku akan memberikan perkerjaan kepadamu secara cuma-cuma”
gumamnya singkat.
Aku senang, sangat amat senang. Akhirnya, aku pun bisa
bekerja. Namun segera ku singkirkan rasa senangku, menampilkan ekspresi datarku
yang sengaja ku buat.
“Kau yakin ?”
“Ne, untuk apa aku berbohong” ucapnya dengan lagak sok,
boss.
“Tapi, ada satu syarat” ucapnya masih dengan seringaian.
“Apa?” balasku dengan tatapan tajam.
“Ehm” ia berjalan menedekatiku.
“Cukup mudah, kau hanya memberikan jatahku yang tertunda
selama dua bulan lalu”
Aku dibuat bingung dengan pernyataannya. Sejenak aku
berpikir, dua blan lalu aku berjanji apa ? Aku tak penah berjanji apapun
dengannya. Aku terus memutar otakku, berharap menemukan jawabannya. Dan...
“Mwo ? Kau gila, Kim Sajangnim !” rutukku, ia berjalan
mendekatiku, otomatis aku langsung berjalan mudur sampai punggungku merasakan
dinginnya dinding ruang kerjanya.
“Saat ini juga !” ucapnya tegas.
“Andwae” teriakku.
“Baiklah jika itu yang kau mau, kau bisa memberikanku
kisseu, lalu ku angkat kau menjadi sekretarisku.
“Hanya itu saja, ok !”
“Ne, aku janji”
Cup, aku mengecup bibirnya perlahan. Aku menumpukan tangan
kiriku pada tengkuk Yesung. Memperdalam ciuman kami. Kami saling melumat bibir
masing-masing merasakan kelembtan yang kami salurkan. Tanpa sadar aku telah
menggulungkan kedua tanganku tepat di leher Yesung. Aigoo, apa yang aku lakukan
saat ini ? Mengapa aku menjadi mengikuti permainan ini ?
“Kau mau lebih nona Lee ?” ia langsung mengeluarkan
smirknya, otomatis aku lengsung bergidik ngeri melihat tatapannya.
“Tak ada penolakan, yeobo” ia langsung melahap bibirku, aku
pun sama ikut terlena dalam permainannya. Tanpa sadar, tangannya sudah berada
tepat di leherku untuk membukan kancing kemejaku. Ah, sepertinya hari ini akan
menjad hari yang panjang bagiku juga baginya. Kim Sajangnim, saranghae
yeongwonhi.
-Fin-
Note : Ditunggu commentnya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar